MURATARA – Malang nasib yang dialami Medi, warga Desa Aringin, Kecamatan Karang Dapo, Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara).
Sejak tiga bulan terakhir dia mengalami penyakit aneh. Kulitnya bersisik, melepuh dan mengelupas mulai dari bagian kaki hingga menjalar pada bagian wajah.
Sejak alami kondisi itu, bocah usia 11 tahun ini, kehilangan semangat hidup karena sulit berbaur sehingga putus sekolah.
Sejak putus sekolah, Medi seringkali sedih dan kesepian di rumahnya di Desa Aringin, Kabupaten Muratara, Provinsi Sumatera Selatan.
Dulu dia menjadi bocah yang riang dan kini jadi pendiam, menjadi penonton teman-temanya di balik jendela kaca rumah.
Kadangkala dia sering meringis dan meraung kesakitan, akibat kulitnya terus melepuh yang menimbulkan efek gatal dengan rasa terbakar.
Ditengah sakitnya, tidak ada siapa-siapa yang bisa menemaninya di rumah. Ibunya telah bercerai dari sang ayah dan tak pernah lagi menjenguknya ke rumah.
Ayahnya yang mengurus Medi harus bekerja banting tulang, mencari ikan di sungai untuk kembali dijual ke pasar kalangan. sedangkan adiknya bersekolah.
Medi terpaksa merawat dirinya sendiri yang terkena sakit kulit aneh yang cukup ekstrem.
Setiap hari rambutnya mulai rontok, sisik mengelupas dengan rasa terbakar itu, kini mulai menjalar kebagian kepala.
Entah apa nama penyakitnya, karena selama ini ia hanya berobat secara tradisional saja. Padahal, penyakit itu telah ia alami sejak usia 3 bulan.
Penyakit kulit itu membuat kulitnya menebal, bersisik, dan sangat kering. Rasanya juga sangat gatal dan perih.
Tak jarang, sakitnya itu meradang hingga kulitnya memerah sehingga membuat Medi meringis kesakitan. Perih rasanya, tak jarang tiap pagi kulitnya ikut mengelupas.
“Saya tidak tega, lihatnya. Harusnya umur segitu ya sekolah, main sama teman. Kini dia sakit-sakitan dan harus berdiam diri di rumah,” ungkap sang ayah, Erwan.
Sebenarnya orang tua Medi, ingin membawa Medi berobat dengan layak ke rumah sakit. Tapi penghasilannya sebagai pencari ikan di sungai, tak lebih dari Rp50 ribu sehari, atau bahkan tidak ada sama sekali.
Terlebih saat ini kondisi aliran sungai Rawas yang keruh akibat aktivitas Dompeng Emas di hulu sungai, kondisi itu membuat ikan yang ada di sungai menghilang, karena sungai kini sudah keruh berbaur lumpur.
Medi kini sulit berbaur, karena anak anak seusianya enggan mendekatinya, mereka takut tertular, penyakit kutukan katanya.
Kondisi itu semakin membuat Medi minder, setiap ketemu orang dia langsung menghindar dan memilih berdiam diri di dalam rumah.
Erwan mengatakan, Medi putus sekolah sejak naik kelas 1 ke kelas 2, setiap pulang sekolah anaknya selalu menangis dan mengadu ke orang tuanya karena selalu dijauhi teman-teman di kelasnya.
Dari kejadian itu, keputusan Erwan sudah bulat dan menyetop medi untuk bersekolah.
“Saya takut dia bagaimana, karena selalu menangis setiap pulang sekolah sering di ejek dan dijauhi teman-temannya, jadi lebih baik saya stop aekolah,” bebernya.
Sementara itu, Koko Relawan Insan Bumi Mandiri sekaligus guru garis depan di wilayah Kabupaten Muratara, yang sudah melihat secara langsung kondisi Medi, dengan beragam kesulitannya.
Pihaknya mencoba ikut membantu mengumpulkan donasi untuk biaya pengobatan Medi.
Pihaknya berharap, Medi bisa segera diobati dan sembuh lalu bisa bersekolah dan bermain lagi dengan rekan rekan seumurnya.
“Kami berusaha membantu dengan mengumpulkan donasi. Berdasarkan keterangan orang tuannya mereka cuma berpenghasilan kurang Rp50 Ribu/hari, tidak punya BPJS dan tidak punya pekerjaan tetap,” bebernya.
Dia juga meminta pemerintah daerah juga membuka peluang pengobatan gratis bagi Medi. Karena mereka memang termasuk warga Muratara yang perlu mendapat bantuan.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Muratara Marlinda Sari, saat dikonfirmasi masalah itu mengaku akan langsung turun ke lapangan bersama dokter spesialis kulit.
“Kita akan cek dulu itu jenis penyakit apa, nanti saya langsung kesana bersama dokter kulit,” tegasnya.(cj13)
Komentar