PT PLN (Persero) melalui PLN Peduli mengalokasikan dana Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) sebesar Rp 4,84 miliar untuk mendukung sektor pertanian melalui program “Electrifiying Agriculture” di 54 lokasi se-Indonesia.
Electrifiying Agriculture sendiri merupakan program pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan produktifitas pertanian melalui pemanfaatan energi listrik untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman atau mempermudah pengolahan infrastruktur pendukung pertanian ataupun peternakan dan perikanan.
Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan menanggapi positif langkah PLN dalam melakukan tanggung jawab sosialnya, dimana program Electrifiying Agriculture yang dijalankan PLN itu sinkron dengan program pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan melalui peningkatan produktifitas pertanian.
“Saya kira ini merupakan hal yany cukup bagus dan patut dipertahankan. Program CSR langsung bersentuhan ke yang membutuhkan dan bisa memberikan manfaat secara langsung terutama dari sisi ekonomi. Memang salah satu tujuan dari CSR itu meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat,” ujar Mamit kepada Fajar Indonesia Network (FIN), Minggu (4/7).
Mamit berharap, pola-pola CSR seperti PLN tersebut bisa diikuti oleh BUMN lain, khususnya agar tanggung jawab sosial yang diberikan ke masyarakat, sejalan dengan target pemerintah untuk meningkatkan perekonomian.
“Apa yang dilakukan oleh PLN saya kira patut dicontoh oleh BUMN lain sehingga manfaat dari CSR ini bisa dirasakan,” pungkasnya.
Sebagai informasi saja, salah satu contoh program “Electrifiying Agriculture” yang sudah dilaksanakan berada di Desa Betet, Ngronggot, Nganjuk, Jawa Timur. Dikenal dengan Wisata Tani Listrik Terpadu Betet yang mengusung Wisata Tani Unggul di Tangan Pemuda Regul.
Tidak hanya menawarkan sisi wisata, Desa Betet juga digunakan sebagai tempat pertanian milenial yang mengkolaborasikan penerapan teknologi dan sektor pertanian.
Selain Desa Betet PLN juga membantu peningkatan poduktivitas petani buah naga di Banyuwangi melalui program “Listrik Untuk Sang Naga”. Program ini mendorong peningkatan perekonomian petani karena panen dapat dilakukan sepanjang tahun, dimana untuk 1 hektare lahan dengan penyinaran dapat menghasilkan buah naga sebanyak 77 ton tiap tahunnya atau naik hingga 4 kali lipat.
Dampak secara masif pun bukan hanya dirasakan oleh petani buah naga, namun juga masyarakat. Tercatat sampai dengan Juni 2020, sudah 6618 petani buah naga yang memanfaatkan listrik sebagai teknologi untuk menyinari ladang mereka.
Efek domino dari program ini membantu menciptakan banyak lapangan kerja yang tumbuh dari sektor pendukung pertanian buah naga, mulai dari berbagai usaha pengolahan buah naga, hingga munculnya kelompok sadar wisata yang menjadikan ladang buah naga sebagai destinasi agrowisata, seperti Agrowisata Petik Jeruk dan Buah Naga. (git/fin)
Komentar