oleh

Anak Sarang Burung

Oleh: Dahlan Iskan

ANAK itu ingin damai dengan ibunya. Tapi ia belum tahu caranya: sang ibu masih belum mau menemuinya.

Itulah yang diinginkan Jimmy Wijaya. Terhadap ibunya: Meliana.

Jimmy adalah anak ketiga pasangan Sardjono Rahardjo dengan Meliana. Sardjono, di Semarang, biasa dipanggil Adjong. Ia kaya raya. Sampai-sampai orang Semarang menyebutnya agak berlebihan: konglomerat.

Jimmy punya dua kakak: Tommy Wijaya dan Olivia Wijaya. Satu adik: Sicilia Wijaya.

Orang Semarang juga mengenal Adjong sebagai orang baik. Sardjono Rahardjo adalah pemilik sarang burung terbesar di Indonesia ­–semasa hidupnya. Dalam satu tahun hasil sarang burungnya mencapai 7 ton. Waktu itu.

Tahun 2007 Sardjono jatuh sakit. Ada kanker di saluran masuk livernya. Umurnya, saat itu, baru 54 tahun.

Tahun itu umur saya juga 54 tahun. Juga baru dinyatakan terkena kanker liver. Tapi saya berhasil transplantasi setahun sebelum Sardjono meninggal. Saya menyesal: Jimmy saat itu tidak berhasil menemui saya. Untuk minta saran pengobatan ayahnya. Saya tidak tahu kenapa tidak bisa bertemu. Ia hanya berhasil bicara dengan sekretaris saya.

Rahardjo keburu meninggal di rumah sakit NUH –National University Hospital– di Singapura.

Sejak Sardjono sakit, Jimmy diminta mulai ikut mengurus perusahaan. Umur Jimmy baru 25 tahun. Masih bujang. Ia baru pulang sekolah di Australia.

”Pertengkaran” dengan ibunya terjadi beberapa tahun setelah sang ayah meninggal. Yakni saat Jimmy ingin menikah. Gosip di Semarang ramai: sang ibu tidak cocok dengan calon menantunyi.

“Saya tidak boleh kawin,” ujar Jimmy kepada Disway.

Calon istri itu tetangga sendiri. Depan rumah. Di Semarang. Jimmy tetap kawin. Komunikasi dengan sang mama pun putus. Total. Jimmy tinggal di rumah terpisah. Lalu tidak lagi mengurus perusahaan peninggalan ayahnya.

Kini Jimmy berumur 32 tahun. Punya dua anak, laki-laki semua.

Ia memilih bisnis sendiri. Juga di bidang sarang burung. Tapi hanya di perdagangannya. “Sama sekali tidak bersinggungan dengan perusahaan keluarga,” ujar Jimmy.

Kini Jimmy sedih sekali. Ia diberitakan negatif sekali di berbagai media: sebagai anak yang ingin memenjarakan ibunya. Kesannya, Jimmy adalah anak durhaka: mengadukan ibunya ke polisi di Semarang. Meliana, sang ibu, tampak menangis di kantor polisi. Bulan lalu.

“Saya sama sekali tidak mengadukan mama,” ujar Jimmy. Lho?

Awalnya, kapan itu, Jimmy menerima surat dari Badan Pertanahan Negara (BPN) Semarang. Isinya: menanyakan kebenaran telah terjadi pemindahan hak atas tanah keluarga.

Rupanya ada permohonan dari seseorang masuk ke BPN: minta balik nama sebidang tanah di Semarang. Dari nama Sardjono ke nama Tommy Wijaya, kakak sulung Jimmy. Sebagai ahli waris, Jimmy diminta oleh BPN untuk tanda tangan.

Sebenarnya Jimmy sudah mau tanda tangan. Tapi ia kaget. Surat permohonan ke BPN itu dilampiri copy surat wasiat. Dalam surat wasiat itu tertulis Sardjono memiliki anak tunggal: Tommy Wijaya.

Jimmy mengatakan ia tidak bisa menerima itu: kok bapaknya hanya punya satu anak. Berarti ia tidak diakui sebagai anak lagi. Demikian juga dua saudara lainnya.

Jimmy yakin surat wasiat itu palsu. Jimmy pernah punya surat wasiat lama yang memuat keterangan bahwa Sardjono punya anak 4 orang.

Jimmy pun berusaha menemui sang mama. Gagal. Demikian juga usaha menemui kakak sulungnya: idem.

Jimmy pun ke polisi: membuat pengaduan soal surat wasiat itu. “Saya yakin mama tidak terlibat dengan surat palsu itu,” ujar Jimmy.

Rupanya polisi memanggil semua pihak yang terkait. Termasuk Meliana.

Ramailah.

Apalagi ada adegan menangis di kantor polisi.

Itu sudah lebih sebulan lalu. Sampai hari ini belum juga ada pertemuan keluarga. Jalan damai masih terasa begitu sulit. (*)

 

Komentar